Jumat, 11 Oktober 2019

Laporan Test: MELINTAS 13 PROPINSI BERSAMA MESRAN SAE-40


Laporan Test:
MELINTAS 13 PROPINSI BERSAMA MESRAN SAE-40


Majalah Mobil & Motor (M & M)
ISSN 0047 -  7591
No. 13/XVII/JANUARI I/1988


Beberapa pabrik mobil di Jepang, untuk kepentingan intern sudah melakukan test atas kualitas pelumas Mesran, hasilnya memuaskan dan memenuhi persyaratan sebagai pelumas mesin-mesin mobil modern dengan putaran tinggi dan tingkat suhu melebihi mesin-mesin konvensional model lama. Pabrik pelumas di Amerika sendiri telah menguji dan mengakui MESRAN setaraf dengan pelumas top buatan Amerika sendiri. Merekapun kemudian merekomendasikan pelumas Mesran sebagai pelumas untuk mobil yang dipasarkan di Indonesia. Toh, konsumen tidak mengetahui adanya test intern tersebut, sehingga masih ada yang import-minded dengan resiko membeli oli yang dipalsukan. Bukan hanya itu, interval ganti oli pun terlalu pendek, yaitu 1.500-2.500 km yang merupakan pemborosan. Apalagi, produk Pertamina mulai Mei 1987 harganya sudah naik, jadi anda akan rugi dua kali jika masih menggunakan pelumas “impor”. Yang paling baik, gunakan pelumas Mesran dengan interval minimal 5.000 km – 7.500 km.

Klasifikasi SE/CC
Seperti diketahui, semua Perusahaan pelumas di dunia menggunakan standar SAE (Society of Automotive Engineers) untuk menentukan viskositas kekentalan, daya keampuhan melumasi dan sebagai pembersih. Sedangkan, untuk kualitas, ditentukan berdasar API Service Classification (API = American Petroleum Institute) yang memiliki standar yang ketat. Mesran SAE-40 yang ditest oleh M&M, memiliki API Service Classification SE/CC. Dalam jajaran klasifikasi API Service, kategori SE/CC saat ini menempati peringkat kedua terbaik setelah Mesran Super yang SF/CC.
Berdasarkan kualifikasi handal yang dimiliki Mesran SAE-40 itu, M&M pertama kali melakukan test endure 7.500 km menempuh rute Jakarta-Banda Aceh-Jakarta-Denpasar PP awal tahun 1987. Contoh oli bekas pakai 7.500 km nonstop tersebut, menurut pengujian laboratorium masih dalam kondisi bagus! Inilah yang mendorong M&M untuk melakukan test endure atas produk yang sama dengan jarak 10.000 km. Rute masih tetap sama, tetapi ada ruas-ruas jalan yang dilewati dua atau tiga kali untuk mencapai target 10.000 km tersebut. Mobil yang digunakan? Tetap Toyota Kijang dengan mesin 5-K sehingga bisa diperoleh perbandungan hasil test akurat.
Mesin mobil test ini sama persis seperti Kijang terdahulu (M&M No. Feb I/87) tetapi bodi berbeda. Dulu menggunakan Super Kijang Pick-up, sekarang menggunakan Super Kijang Minibus. Dari bobot kendaraan, jelas test kali ini lebih berat.
Memperoleh satu unit Super Kijang pun tidak terlalu sulit. Disamping pihak PT Toyota Astra Motor mendukung penuh test pelumas yang sangat bermanfaat bagi konsumen, salah satu dealer mereka, PT Tunas Ridean Motor memiliki satu Super Kijang minibus yang siap pakai. Minibus buatan perusahaan karoseri Roda dengan 5-pintu ini, sudah menggelinding 4.000 km, yang berarti crew M&M tidak perlu melakukan inreyen lagi.
8 Oktober 1987
Tetapi pukul 09.00 tester Azwir cs meluncur ke PT Tunas Ridean Motor (TRM) di Jl. Dewi Sartika, Jakarta Timur. Showroom yang juga memiliki sarana servis lengkap ini, khusus melayani produk Toyota.
Pelumas mesin, transmisi dan garden dibuang. Khusus untuk mesin digunakan kompresor untuk memberihkan sisa pelumas yang masih nyangkut dikarter. Mekanik TRM bekerja sigap menyelesaikan tugasnya. Sementara mekanik yang khusus menangani setting mesin, memasang platina, condenser dan busi baru.
Mengingat dalam test dihindarkan penambahan pelumas, volume Mesran SAE-40 yang fresh mendekati warna oranye diisi menjadi 3,5 liter. Pada batang ukur (dipstick) terlihat sekitar 4 mm diatas tanda full (F). Beres semua, tutup oli pada valve cover dikencangkan. Odometer saat itu, menunjukkan angka 4.311 km. Berarti, tutup karter tidak boleh dibuka sebelum odometer mencapai 14.311 km!
Mesin, bak persneling dan garden semua sudah mendapat pelumas baru. Begitu juga setelah pengapian sudah dipastikan, 80 sebelum titik mati atas (TMA). Sementara suspensi dicek dan dikencangkan jika ada sekrup atau mur yang kendor. Ini cuma sekedar meyakinkan, supaya pikiran lebih tentram, karena mur baut dikolong mobil ternyata dalam kondisi bagus dan terpasang kokoh. “Wah, ada yang lupa!” kata rekan Azwir sambil melirik sederetan pelek racing dan ban radial di ruang pamer TRM. Pimpinan TRM, Erwin, rupanya cepat tanggap. Dia pun menyediakan  satu set pelek racing produksi dalam negeri, plus satu set ban radial buatan dalam negeri. Dengan pelek dan ban tersebut, crew tester M&M bisa menggenjot Super Kijang Minibus pada kecepatan lebih tinggi dibanding jika masih menggunakan pelek dan ban yang standar.
Setelah diberi dan ban radial, penampilan si Kijang Jantan tambah gagah. Perlahan mobil digenjot menyusuri jalan Hayam Wuruk. Sekilas, semua instrumen dan indikator ditekan oli bekerja dengan baik. Udara terikpun tidak menjadi masalah, AC Nippon Denso yang menjadi perlengkapan mobil test membuat udara di ruang penumpang menjadi nyaman. Suara mesin terdengar lembut. Sementara pemakai jalan lain lebih banyak yang melirik melihat penampilan mobil test M&M yang sarat dengan sticker TEST MESRAN SAE-40 10.000 KM.
Putar-putar di kota Jakarta dilakukan sampai sekirat pukul 17.00, sekedar mencoba tarikan mesin dan handling mobil ini. Sedangkan test yang sebenarnya, dimulai pukul 22.00 malam. Ya, seperti test-test yang lalu, crew M&M selalu memilih start malam hari. Mobil pun meluncur mantap di jalan bebas hambatan Jagorawi. Ini test awal untuk menguji performa mobil. Dengan dibantu co driver Ifwandi (selanjutnya di sebut If), rekan Azwir memacu Kijang Jantan untuk menguji top speed masing-masing gigi transmisi. Data yang diperoleh sebagai berikut:

Posisi Gigi
Top Speed
I
36,5 km/jam
II
61,5 km/jam
III
98,6 km/jam
IV
120,7 km/jam
V
130,0 km/jam

Test nonstop pada malam hari, berhasil menyelesaikan jarak sekitar 298 km seperti penunjuk pada odometer. Rute Ciawi Puncak dilalap dengan gigi 3-4 menjelang dinihari. Meskipun AC dimatikan udara dingin malam yang berkabut benar-benar menyengat sampai ke tulang sumsum. Suhu berangsur lebih hangat ketika roda-roda mulai menggelinding kembali di Jagorawi. Petugas jaga pintu tol tampak letih ketika menyodorkan karcis kepada rekan Azwir.

9-25 Oktober 1987
Kalau test terdahulu hanya menggunakan dua hari untuk test dalam kota tancap ke luar kota, kali ini mobil digenjot selama 14 hari di dalam kota Jakart. Rute tentu saja bervariasi dengan selingan kemacetan dan perhatian traffic light. Total jarak yang dicapai tidak kurang dari 2.650 km atau rata-rata hampir 200 km/hari. Permukaan pelumas pada batang ukur, turun sekitar 1 mm.
Praktek kebiasaan yang salah dengan jarak tempuh mencapai 2500 km pelumas sudah diganti baru, Crew tester M&M tanpa mengganti atau menambah pelumas, langsung memacu mobil test ke arah Sumatera. Tanpa bayangan, bagaimana kondisi jalan yang belakangan ini mulai diguyur hujan lebat.

26 Oktober 1987
Air radiator diganti, tetapi air accu tidak perlu ditambah karena masih dalam batas aman.
Ini membuktikan fungsi alternator dan voltage regulator atau cut-out sangat bagus. Sementara penunjukan odometer 6.655 km dari posisi awal 4.000 km.
Kijang Jantan yang siap digenjot menembus bagian tanah air ke arah Barat itu, benar-benar sarat dengan muatan. Selain tester Azwir dan Ifwandi, masih ada dua pemuda ikut nebeng pulang mudik untuk membangun masa depan di tanah kelahiran, Sumatera Barat. Sedangkan bagian bagasi belakang, sarat dengan koper, dua ban serap dan tidak ketinggalan seekor pengawal setia. Yaitu Doberman muda yang dibawa untuk memenuhi pesanan rekan Azwir di kampung. “Dia memang penyayang anjing,” kata rekan Azwir ketika ditanyakan tentang muatannya si kaki empat. “Dan hitung-hitung sebagai pengawal jika terpaksa bermalam di tepi jalan.”
Dengan muatan sarat Kijang Jantan meluncur perlahan meninggalkan halaman kantor M&M, tepat pukul 13.00. Tujuan sekarang pulau Sumatera lewat rute penyeberangan Merak-Bakauhuni. Sekali ini start dilakukan siang hari, untuk mengejar waktu agar tidak terlalu malam tiba di Bakauhuni.
Jalan tol Jakarta-Merak membentang di depan, memancing co tester Ifwandi untuk memacu si Kijang Jantan. Jarum Speedometer naik terus … 80 … 100 … 120 km/jam dan dipertahankan pada tingkat kecepatan tersebut. Mobil terasa mantap karena dimuati cukup padat.
Si Kijang Jantan tidak terlalu lama menunggu di Merak untuk mendapat giliran diseberangkan. Tepat pukul 17.00 mobil sudah bergulir ke luar pelabuhan Bakauhuni. Jalan yang baru saja disiram hujan tampak berkilat menerima pantulan sinar matahari senja.
Tanjung Karang sudah jauh dibelakang, ketika mobil bergulir terus. Memasuki kota Bumi, hujanpun mulai turun lagi. Dengan kondisi jalan berlubang-lubang mobil dikemudikan ekstra hati-hati. Malam itu ditargetkan untuk jalan terus angka odometer bertambah. Jam tangan rekan Azwir menunjukkan pukul 24.00 ketika rekan Ifwandi memberikan kemudi kepadanya. Oi, rupanya co tester M&M ini benar-benar kehabisan stamina setelah menyetir nonstop sepanjang malam.

27 Oktober 1987
Fajar menyingsing diufuk Timur, sementara sang Kijang Jantan terus meliuk-liuk menyusuri tanjakan dan tikungan tajam.
Memasuki Tanjung Enim, atas persetujuan bersama, semua penumpang termasuk kedua crew tester terjun ke sungai untuk mandi-berendam. Maklum tidur di mobil, mandipun gaya Tarzan. Kecuali si Kijang Jantan semua makluk bernafas yang ikut dalam test Enduro ini terjun ke Sungai, termasuk si Doberman. Selesai sarapan pagi, kembangkan tikar di bawah pohon rindang, crew M&M pun berbaring melemaskan otot.
Sengatan mentari pagi dan gonggongan si Doberman yang terikat pada dashboard mobil, membangunkan rekan Azwir. Tanpa disadari jam tangan sudah menunjukkan pukul 10.30. Kondisi mesinpun di check terutama oli mesin MESRAN SAE-40 yang ternyata masih pada level semula sewaktu berangkat dari Jakarta. “Ooi … ayo berangkat!” teriak rekan Azwir membangunkan crew yang lain. Dengan kondisi stamina yang fit, Kijang Jantan berpelumas MESRAN SAE-40 mulai bergulir lagi menyelesaikan tugasnya. Rute Tanjung Enim-Lubuk Linggau dengan tikungan-tikungan tajamnya dilalui dengan mulus pada kecepatan rata-rata 80 km/jam. Bunyi mesin yang lembut makin meyakinkan M&M bahwa test ini akan berjalan sempurna. Mudah-mudahan!
Menjelang Muara Bungo, jam dilengan sudah menunjukkan pukul 17.00 sore. Mutar-mutar di kota, sambil mencari restoran untuk ganjal perut. Kijang Jantan pun mendapat jatahnya, bensin premium full tank.
Rekan co driver Ifwandi kembali duduk di belakang kemudi. Mobilpun dipacu arah ke Sumatera Barat. Diiringi music country yang dilanjutkan oleh radio/cassette di mobil, crew M&M meluncur terus dengan mantap. Mentari berwarna merah darah yang hamper tenggelam di ufuk Barat, membuat suasana perjalana diambang senja itu benar-benar asyik.
Tepat pukul 19.00 mobil sudah melintasi perbatasan propinsi Jambi dan Sumbar. Dalam hujan lebat, mobil dipacu terus menembus kabut sesekali berbelok tajam. Syukur, lampu Kijang cukup terang sehingga tugas rekan Ifwandi tidak terlalu berat.
Sampai di Nagari Kiliran Jao, Propinsi Sumbar, masih hujan dengan deras. Kijang Jantan terpaksa diparkir di warung tepi jalan untuk sekedar minum kopi sambil ngobrol dengan sopir Bis.
Ditunggu sampai pukul 04.00 hujan tidak juga reda. Akhirnya diputuskan untuk meneruskan perjalanan menuju Kota Padang memasuki Kota Solok, hujan masih deras, dan rekan Azwir hati-hati memacu sang Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 pada kecepatan 60 km/jam. Sementara semua Crew yang lain tertidur, begitu juga si Doberman. Menyusuri Danau Singkarak yang kemilau ditimpa mentari pagi, mobil dipacu mantap pada sekitar 70 km/jam, mobilpun terus memasuki Kota Padang.

28 Oktober 1987
Beberapa bagian ruas jalan di kota Padang tergenang air akibat hujan deras semalam. Setiap orang yang berpapasan pasti melirik memperhatikan si Kijang Jantan dengan sticker M&M dan TEST MESRAN SAE-40 10.000 KM. Walaupun penuh lumpur, mobil test M&M tetap tampak gagah rupanya.
Puas mutar-mutar didalam Kota, tentu setelah menyerahkan sang Doberman kepada tuan barunya, crew M&M memacu mobil test ke bengkel resmi PT Astra Motor Sales di jalan Katib Sulaiman untuk pengecekan rutin. Oleh mekanik AMS, kedudukan platina dipaskan kembali. “Masih bagus Cuma perlu disetel sedikit pengapiannya.” Kata Bapak mekanik yang secara teliti memeriksa kondisi mesin.
Pelumasnya bagaimana pak? tanya rekan Azwir. Juga masih bagus, jawabnya pendek setelah memperhatikan dipstick pelumas.
Dua hari ngebut tentu saja membuat penampilan semua crew dan penumpang mobil test lusuh dan kumal. Melihat itu, Pak G. Tarean, pimpinan Cabang AMS tersebut berbaik hati memberikan beberapa kaos Toyota yang langsung dipakai oleh crew M&M.
Ketika mobil bergulir meninggalkan Kota Padang, odometer menunjukkan angka 7.860 km. Tarikan mesin terasa lebih kuat dan mobilpun dipacu menempuh rute tanjakan tikungan didaerah Lembah Anai. Dengan transmisi 3, rute tersebut dilalui tanpa sulit. Tujuan sementara, Sungai elantik, di desa kelahiran rekan Azwir dan Ifwandi. Kota kecil di lingkungan bukit barisan ini memiliki jalan yang cukup parah, lebih kurang dari 22 kilometer sebelah Barat Daya Kota Payakumbuh, bahkan 10 kilometer menjelang desa tersebut Kijang Jantan harus melalui rute maha parah. Mobil benar merayap diatas jalan berbatu-batu. Sesekali terdengar bunyi batu beradu dengan karter. Syukur, rute berat tersebut dapat dilalui dengan selamat. Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 dengan klasifikasi SE/CC memang benar bisa di handalkan.

Tgl 29 Oktober 1987
Istirahat 10 jam didesa tersebut, nampaknya membuat team tester dan Kijang Jantan tidak sabar lagi untuk di genjot meneruskan perjalanan. Periksa kondisi mesin, tambah air radiator sedikit dan cabut dipstick untuk mencek pelumas. Oke semua mobilpun meluncur mantab arah ke Medan.
Berbicara soal muatan kali ini Kijang Jantan benar-benar harus kerja berat yang otomatis pelumasnya pun harus kerja berat. Kedua anak muda yang menumpang dari Jakarta memang turun di desa Sungai Belantik. Tetapi sebagai ganti sekarang ada tambahan seorang Bapak, dua orang Ibu setengah baya dan seorang anak kecil. Mereka menumpang gratis yang akan menyambangi keluarganya, karyawan Pertamina di Medan. Alhasil bagasi belakang pun ikut bertambah sarat dengan bawaan keluarga besar tersebut.
Tugas Mesran SAE-40 pun di uji lebih berat dalam rute ke Medan. Di Jalan datar sesekali dicoba ngebut pada kecepatan tinggi dan berakselerasi mendadak. Tarikan mesin tetap kuat dan sangat responsif tanpa gejala membrembet. Jam ditangan telah menjunjukkan pukul 09.30 Kota wisata Bukit Tinggi sudah jauh dibelakang. Rekan Azwir memacu mobil test dengan kecepatan rata-rata 70-80 km/jam menyusuri jalan yang menuju Trans Sumatera, Manggopo.
Jalan mulai mendaki dan Kijang Jantan dengan pelumas MESRAN SAE-40 dengan manis melejit mulus ditikungan tajam, Pelumas MESRAN SAE-40 dengan sempurna melumasi mesin yang bekerja pada putaran medium sekitar 4.000 rpm.
Nagari Balingka sudah dilewati, tetapi jalan terus menanjak. Tidak lama crew M&M tiba di daerah panorama tertinggi, yaitu Embun Pagi. Benar-benar indah, lepaskan pandangan kebawah sana. Danau maninjau tampak terhampar membiru. Tidak lama di Panorama Embun Pagi, crew M&M pun melaju kembali. Sekarang turun menyusuri tepian Danau Maninjau, belok kekiri. Tepat disisi kanan jalan ada papan peringatan AWAS TIKUNGAN TAJAM CURAM PAKAI GIGI II Rekan Azwir yang dalam beberapa kali Test Enduro membuktikan diri sebagai safety driver, memenuhi peraturan tersebut. Oper gigi I dan mobil meluncur mantap dengan kecepatan rendah. Ternyata ratio gigi duapun cukup handal untuk menuruni rute berat tersebut. Malah terasa lebih enak karena speed bisa lebih cepat tetapi kemampuan deselerasi mesin tetap kuat.
Lewat dari rute berbahaya pertama, sekarang muncul rute berbahaya kedua yang benar-benar hebat. Ini dia yang disebut kelok 44. Beberapa Bis dan kendaraan yang lain yang datang dari awah depan merayap perlahan mempergunakan gigi I. Rekan Azwir pun menggunakan gigi I dan meluncur perlahan, meliuk-liuk di kelok 44 yang terkenal dengan tikungan tajam dan pendek-pendek. Belum habis tikungan yang satu, muncul tikungan berikutnya.
Kelok 44 sudah jauh dibelakan begitu juga Danau Maninjau dan Negeri Basung. Mobil dipacu pada kecepatan 90 km/jam sampailah di persimpangan Trans Sumatera, ke kiri Ke Pariaman dan terus ke Padang, M&M memilih kekanan, tujuan Medan. Jalan berlapis aspal hotmix yang cukup lebar memancing co driver Ifwandi memacu mobilnya pada kecepatan 100 km/jam lebih. Daerah ini didominasi oleh perkebunan kelapa Sawit muda yang membentang dikiri kanan jalan. Nagari Kinal i dan Ujung Gading sudah jauh dibelakang mobil terus dipacu ke Simpang Ampat yang merupakan akhir jalan mulus.
Jalan seekarang bercabang dua ke kiri ke nagari Air Bangis tetapi M&M memilih kekanan dengan tujuan nagari Panti. Sesuai petunjuk jalan nagari Panti berjarak 74 km dari persimpangan tersebut. Tidak terlalu jauh memang tetapi keadaan jalan babak belur. Mobilpun berdisko pada kecepatan 30-40 km/jam dan trans misi pada gigi I, II, dan paling tinggi III.
Nagari Aur Kuning sudah dilewati, hujan, sore mulai sangat deras. Dengan AC di hidupkan embun pada kaca depan bersih terhapus. Si Kijang Jantan pun terus melejit mulus. Pelumas Mesran SAE-40 yang melumasi seluruh sendi komponen mesin, bekerja dengan baik.
Setibanya di nagari Kajai, hujan reda, tetapi jalan cukup licin, Sementara rute tetap berat diselingi tanjakan dan tikungan tajam menembus hutan belantara menjelang kota kecil Talu, disalah satu tikungan tajam, kerumunan penduduk memancing perhatian crew M&M untuk berhenti sebentar.
“Ada apa Bang” Tanya rekan Azwir.
“Mobil tangki terbalik!” teriak salah seorang dari mereka.
Dengan sangat hati-hati Kijang Jantan meluncur diisi truk tangki yang bergulir itu. Kota Talu pun sudah jauh di belakang hujan pun turun hari menjelang malam, jam dilengan telah menunjukan jam tujuh malam ketika mobil M&M memasuki nagari Panti. Istirahat sebentar setelah isi perut direstoran kecil. Kemudian mobil dipacu menuju Medan dengan kecepatan dengan rata-rata 60 km.jam. Keceepatan tertinggi hanya sekitar 90 km/jam. Karena pengemudi harus ekstra waspada memperhatikan kondisi jalan yang sering dihadang tanah longsor.
Memasuki nagari Kota Nopan, rekan Ifwandi sering main rem di tikungan karena dari depan banyak truk dan bis berkonvoi. Mereka kadang-kadang harus berhenti menyingkirkan pohon dan batu yang melintang di jalan akibat terguyur hujan deras. Berkat ban radial dan pelek lebar, kondisi jalan yang seperti itu bisa dilalu denga selamat oleh Kijang Jantan. Tepat pukul 01.00 mobil test memasuki nagari Panyabungan dengan rekan Azwir duduk dibelakang kemudi. Di sini tidak berhenti karena Kota sudah tertidur pulas. Dan akhirnya tiga jam kemudian M&M sudah mencapai Kota Padang Sidempuan. Kemudian hamper melepaskan lelah di salah satu warung Padang yang masih membuka pintu.
Ada untungnya juga mampir di warung tersebut. Si pemilik yang tahu banyak mengenai rute jalan di daerahnya meganjurkan M&M untuk mengambil rute Parsabolas. “Rute ini jauh lebih baik dan lebih cepat tiba di Medan jika disbanding rute yang melalui Sibolga atau Rantau Prapat.” katanya.
Pada waktu mentest Meditran S-40 (M&M Juli II/1987) rekan Azwir memilih rute Sibolga. Tidak apa mencoba rute baru yang melalui Parsabolas meminta ke Tarutung.


30 Oktober 1987
Tepat pukul 04.00 dini hari crew M&M berikut lima penumpang dewasa dan seorang anak kecil berusia empat tahun yang tidak pernah rewel di perjalanan, mobil meninggalkan Kota Padang Sidempuan. Jalan bersimpang dua. M&M memilih rute ke kiri dengan aspal mulus. Lagi-lagi dihadang tanjakan dan tikungan tajam yang memang spesifik daerah Sumatera.
Konvoi bis daan truk yang berjalan lamban terpaksa disalip hati-hati diruas jalan yang memungkinkan. Hujanpun mulai turun lagi dengan deras permukaan jalan agak berkabut. Rekan Azwir mengemudikan Kijang Jantan dengan kecepatan menengah.
Memasuki Kota Tarutung hujan masih deras mengguyur bumi tercinta ini. Penduduk masih lelap dibalik selimutnya, pada dini hari jam 04.00. Seorang pengemudi becak bermotor yang lelap tertidur di kendaraannya kaget ketika kena cipratan air hujan yang tanpa sengaja tergilas ban radial Kijang Jantan.
“Ooiii… mau kemana kalian!” teriaknya dengan logat Tapanuli yang kental.
“Mau ke Balige, bah!” sahut rekan If yang tidak mau kalah aksi. Untuk mencegah urusan jadi panjang, mobil terus tancap gas.
Pada sekitar kecepatan 80 km/jam dengan perseneling lima mobil meluncur mulus dengan meninggalkan kota Si Borong-Borong. Lalu lintas masih sepi di pagi itu. Meninggalkan kota Balige. Fajar menyingsing malu-malu karena hujan gerimis menghalangi mentari. Sementara Toyota Kijang Jantan masih tetap dalam kondisi prima berkat pelumas Mesran SAE-40 sudah memasuki daerah Porse. Jalan membentang agak berkabut tidak menjadi hambatan mobil terus melaju, menyusuri jalanan yang mulai menanjak, dengan tikungan membelit samping bukit. Di sebelah depan sesekali dia konvoi truk dan mobil pengangkut sayur yang berjalan terengah-engah. Dengan mudah konvoi tersebut dilewati oleh sang Kijang Jantan.
Disebuah turunan mendadak pandangan rekan Azwir terpana melihat antrian panjang truk, bis dan beberapa sedan. “Wah tanah longsor lagi nih,” gumamnya. Benar saja, sekitar satu kilo meter di depan, ada bagian jalan yang tertimbun tanah longsor akibat hujan semalam. Padahal kota Prapat dan Danau Toba yang ingin dinikmati pemandangannya di pagi hari itu tinggal 16 kilometer lagi.
Apa boleh buat terpaksa crew M&M ikut dalam antrian, tunggu punya tunggu selama satu jam hujan deras pun turun lagi. Sang perut yang belum diisi mulai keroncongan. Rekan Azwir segera memutar kemudi dan mobil berbalik arah, kembali ke Balige sambil mencari restoran kecil.
Sambil menunggu perbaikan jalan yang tertutup tanah longsor, crew M&M sempat istirahat tiga jam lebih di Balige.
Jalan longsor sudah bersih dikikis oleh traktor. Beberapa petugas yang membersihkan jalan masih kelihatan sibuk. Semua kendaraan dengan tertib berjalan perlahan dalam antrian. Tepat di atas bagian jalan yang semula tertimbun tanah, mobil mobil mulai berdisko akibat licin bukan main. Tetapi Kijang Jantan dengan ban radial tidak menghadapi kesulitan. Melejit terus dengan kecepatan lumayan, sekitar 60 km.jam.
Memasuki kota wisata Prapat hujan mulai reda. Sayang pandangan Danau Toba dengan pulau Samosir-nya terhalang kabut. Tidak ada manfaatnya berlama-lama disini dan rombongan pun kembali meluncur diatas aspal mulus.
Sekitar pukul 13.00 tengah hari, mobil test M&M sudah berbaur dalam kepadatan lalu lintas kotamadya Medan. Parkir sebentar, buka kap mesin untuk mencek oli, air radiator dan air accu. Semua beres. Radiator tidak perlu ditambah begitu juga air accu. Sementara itu permukaan pelumas turun kira kira 4 mm. “Masih normal kata rekan Azwir, sambil memacu mobil arah Binjai. Kota kecil tersebut ditinggalkan sekitar pukul 16.00 dan mobil meluncur kepangkalan Susu, mengantar para penumpang yang akan menengok sanak keluarganya disana.
Di Pangkalan Berandan lalu lintas agak macet. Baru pada pukul 19.30 mobil test memasuki daerah Pangkalan Susu.

1 Nopember 1987
Di Pangkalan Susu di manfaatkan oleh rekan Azwir untuk mencek kondisi mesin secara cermat. Saringan udara karburator di ganti baru yang lama sudah sarat dengan debu. Begitu juga air radiator dikuras dan di ganti baru. Cek tali kipas dan platina yang posisinya tidak berubah. Minyak pelumas pun seperti kebiasaan rutin pada hari-hari sebelumnya diperiksa. Pressure yang ditunjukkan indikator pada dashboard mesin tetap bagus. Bodi mobilpun mengkilap kembali setelah dicuci bersih, walau tanpa air panas. Dan hampir 50% total rute yang harus ditempuh sudah tercapai odometer menunjukkan angka 8.980 km yang berarti mobil sudah menjalani trayek sejauh 4.980 km.
Medan merupakan kota terakhir di pulau Sumatera dalam program test endure ini. Tepat pukul 12.00 diiringi lambaian tangan pemilik rumah yang menjamu crew M&M di Pangkalan Susu. Mobil dipacu ke arah selatan. Bagaimana dengan penumpang? Ooii… rupanya si Kijang Jantan tidak perlu kesepian karena selain crew M&M masih ada tiga penumpang lain. Bapak, Ibu dan seorang anak yang berumur empat tahun ternyata ingin kembali ke Payakumbuh. Sementara satu orang ibu yang lain tinggal di Pangkalan Susu. Bagi rekan Azwir justru ini yang lebih baik, mobil lebih mantap dengan muatan penuh.
Ketika mobil bergulir meninggalkan kota Medan jam di lengan menunjukkan pukul 15.20.
Tepat pukul 18.00 rombongan sudah meninggalkan kota Tebing Tinggi. Cuaca cukup bagus tidak ada awan pekat di langit. Mudah-mudahan saja tidak turun hujan. Rekan If mengambil arah dengan tujuan Padang Sidempuan melalui Rantau Prapat yang selama ini belum pernah dicoba oleh M&M. Jalan hotmix cukup lebar sehingga mobil bisa dipacu sekitar 100 km/jam. Tetapi kecepatan terpaksa dikurangi karena ada konvoi truk dari arah depan menjelang nagari Indrapura. Di sini di kiri kanan jalan berjajar perkebunan kelapa sawit.
Dengan kondisi sangat fit crew M&M memasuki nagari Simpang kawat. Waktu itu, sekitar pukul 20.00 dan masih banyak warung kopi yang buka, crew M&M istirahat istirahat.
Nagari Simpang kawat ditinggalkan sekitar pukul 20.30 dan rekan If memacu mobil dengan kecepatan menengah, sekitar 80 km/jam. Sementara itu rekan Azwir sudah tertidur pulas, kota Rantau Prapat sudah dilewati dan rekan If tanpa ragu tancap terus ke arah Padang Sidempuan.
Memasuki nagari Gunung Tua rekan Azwir terbangun sebentar karena diusik hujang deras. Melirik sebentar ke jam di tangan rupanya sudah pukul 24.20 tengah malam. Kondisi jalanpun mulai menyempit dengan tikungan dan turunan yang tajam menghadang didepan. Dalam keadaan seperti itu kecepatan terpaksa diturunkan sampai hanya sekitar 50 km/jam. Di kiri kanan jalan mulai kelihatan berderet warung penjual salak yang masih buka. Ooii… rupanya crew M&M sudah hamper sampai di Padang Sidempuan.
Setiba di Kota Nopan, sekitar pukul 05.00 rekan Azwir terpaksa menyerah dan menepikan mobil. Cari lokasi parker yang aman, matikan mesin dan tutup jendela dengan disisakan sedikit kira-kira 2 cm dari atas. Tidak sampai lima menit, reka Azwir pun sudah pulas seperti penumpang lain.

2 Nopember 1987
Terpaan sinar mentari dan teriakan kernet bis memanggil penumpang, mengejutkan crew M&M, oh rupanya mereka tertidur di dekat terminal bis antar Kota di Kota Nopan.
Selesai mandi dan sarapan di warung kecil tidak jauh dari tempat crew M&M tertidur, mobilpun kembali meluncur meninggalkan Kota Nopan. Daerah ini masih terhitung bagian dari propinsi Sumut.
Muara Siponggi sudah jauh di belakang ketika M&M mencapai tugu perbatasan Sumut dan Sumbar. Kondisi jalan mulai membelit melilit bukit, menembus hutan pegunungan yang sepi. Sekarang rekan If yang duduk di belakang kemudi, sementara rekan Azwir kembali tertidur nyenyak dihembus udara sejuk. Tujuan sekarang ke Bukit Tinggi.

3 Nopember 1987
Istirahat total sehari penuh di desa kelahiran M&M di kaki Bukit Barisan membuat stamina crew tester anda pulih kembali.
Tepat pukul 12.00 tanpa bosan Kijang Jantan kembali merayapi jalan babak belur sepanjang 10 km sebelum sampai di jalan poros beraspal mulus. Lagi-lagi si Kijang Jantan mendapat penumpang gratis, seorang ibu dan seorang Bapak yang ingin ke Jakarta melihat cucunya yang baru lahir. Berarti total penumpang 4 orng plus bawaan yang sarat di bagasi. Ini suatu ujian yang sangat bagus bagi Mesran SAE-40.
Bukit Tinggi, Padang, Danau Singkarak, dan Solok sudah dilalui dengan selamat. Memasuki nagari Silungkang, cuaca mulai gelap dan hujan rintik-rintik menyambut kedatangan crew M&M di Kiliran Jao. Berhenti sebentar untuk mengisi bensin da nisi perut yang mulai keroncongan.
Pada jam 23.45 menjelang tengah malam, tester anda tiba di Muara Bungo. Rekan Azwir menjawil lengan Ifwandi agar berbelok ke arah Jambi, karena ada urusan pengembangan oplah M&M yang harus dirundingkan dengan agen setempat.

4 Nopember 1987
Tidak ada hal yang menarik dalam Muara Bungo-Jambi yang berkondisi jalan mulus. Lalu lintas malam itu sangat sepi. Sehingga rekan If bisa melepaskan kecepatan tinggi sekitar 90 km/jam. Bersamaan dengan kokok ayam jantan si Kijang Jantan sudah bergulir memasuki Kota Jambi. Urusan disini beres dalam pembicaraan beberapa jam.
Crew M&M berputar-putar sebentar didalam kota sebelum memacu Kijang Jantan ke Jakarta. Keadaan Kota Jambi kelihatan lebih bersih dan rapi disbanding kunjungan M&M yang terdahulu ketika menguji Meditran S-40 (M&M Juli II/1986). Sekitar pukul 16.00 mobil sudah meninggalkan Muara Bungo. Menjelang Lubuk Linggau cuaca mulai gelap dibarengi hujang deras. Sekarang giliran rekan Azwir pegang kemudi. Tidak lama mobil diparkir di daerah Tanjung Agung. Seperti biasa jok direbahkan dan rekan Azwir pun tidur pulas seperti penumpang lain. Istirahat beberapa jam di Tanjung Agung cukup untuk mengembalikan stamina crew tester M&M.

5 Nopember 1987
Sampai di kota Raja tidak ada hal menarik. Kondisi mesin tetap optimal dan pelumas masih berfungsi dengan baik melumasi seluruh sendi-sendi mesin Kijang Jantan. Volume turun sekitar 2 mm dari batas F.
Tepat pukul 18.00 Kijang Jantan dan seluruh penumpangnya bergulir memasuki perut ferry yang akan menyeberangkannya ke Merak. Hanya sekitar satu jam lebih sedikit crew M&M pun sudah menyusuri jalan mulus Merak-Jakarta. Memasuki Kota Cilegon, mobil yang digenjot oleh crew M&M tertahan oleh antrian panjang. Dalam keadaan hujan lebat tidak satu pun orang yang mau turun untuk mengetahui ada hambatan apa di depan.
Mobil merayap lambat dalam antrian sekitar satu setengah jam. Rekan If hanya bisa menggunakan gigi I. Tanpa sengaja ini pun bagian dari test terbukti mesin tidak mengalami overheating. Padahal AC di hidupkan terus menerus. Akhirnya rekan If banting stir ke kanan mengambil rute pantai Jawa Barat, tujuan Anyer-Carita untuk mencari penginapan.
Kijang Jantan dipacu dengan kecepatan rata-rata 70 km/jam sesudah melewati kompleks industri baja Krakatau Steel yang gemerlap dengan lampu-lampu ribuan watt. Mobil pun sampai di Patra Jasa Anyer Beach Hotel. Tanpa sungkan-sungkan, semua peserta tidur dalam satu kamar dengan tambahan dua extra bed.

6 Nopember 1987
Alunan musik dikamar hotel tersebut membangunkan rekan Azwir di pagi yang cerah itu. Sementara anggota rombongan yang lain sudah rapi dan selesai sarapan pagi. Tanpa disadari jam sudah menunjukkan pukul 10.00.
Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40, dipacu meninggalkan Patra Jasa sekitar pukul 11.30. Tujuan Jakarta, dengan kecepatan rendah 60 km/jam agar bisa menikmati keindahan pantai Utara Jawa Barat.
Carita dan Labuhan sudah dilalui. Rekan If memutar kemudi mengambil rute jelek lewat Malingmping, tembus ke Cikotok dan Pelabuhan Ratu. Di sini M&M mampir sebentar untuk mandi air panas, tempat shooting film Naga Bonar.
Roda-roda Kijang Jantan bergulir memasuki gerbang tol Jagorawi pada pukul 17.00 tepat. Dengan kecepatan 120 km/jam rute Jagorawi diselesaikan tidak lebih dari 30 menit. Gerbang tol Jagorawi di Cawang sudah di depan mata, cuaca cerah dan masih cukup siang untuk mengantar penumpang yang ikut dari kampung.

7 Nopember 1987
Rute endure di Jawa-Jakarta-Medan PP, menambah catatan odometer 6.890 km. Berarti crew M&M masih punya hutang 3.110 km lagi. Minimal Jakarta-Bali PP.
Dengan kondisi mesin dan pelumasnya bagus meskipun mulai berwarna hitam tetapi tetap berfungsi baik, Kijang Jantan di genjot lagi menyusuri jalan-jalan beberapa propinsi di pulai Jawa dan Bali. Sebelumnya si Kijang Jantan sudah melalui enam propinsi di seluruh Sumatera.
Muatan kali ini tidak kalah saratnya dengan ketika menempuh rute Jawa-Sumatera PP. Rekan Azwir sekarang disertai istri dan kedua putranya yang berusia 5 dan 8 tahun. Sedangkan Ifwandi yang masih bujangan dan diserta kedua orang tuanya. Plus barang bawaan yang seabrek, Kijang Jantan benar-benar menunjukkan fungsinya sebagai kendaraan keluarga.
Bayangkan jika mengikuti kebiasaan yang keliru, untuk jarak 6.890 km tentu sudah harus ganti oli 3-4 kali. Sekarang, setelah mencapai jarak tersebut, Kijang Jantan di genjot lagi untuk menyelesaikan sisa jarak kurang 3.110 km.
Rute selanjutnya di awali dengan trayek Jakarta-Bandung lewat jalan Tol Jagorawi. Jam dilengan menunjukkan pukul 11.00 dan Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 yang tampak mulus karena habis dicuci dengan steam melejit mulus di jalan bebas hambatan Jagorawi.
Rekan Ifwandi duduk di belakang kemudi mengeluh bahwa ada yang tidak beres pada mesin. Gejala ini terasa ketika mobil menempuh rute berat di daerah Puncak. Apakah pelumas tidak sanggup lagi melumasi sendi-sendi Kijang Jantan? Mudah-mudahan saja tidak.
Di Padalarang kemudi berpindah ke tangan rekan Azwir. Benar saja, tarikan mesin drop tidak seperti biasanya, tetapi tidak ada bunyi-bunyi yang mencurigakan seperti metal aus atau klep aus. Mobil terus digenjot menuju Bandung, sementara suhu pada indikator temperatur tetap normal. Melihat itu, hati agak lega.
Begitu memasuki kota Bandung, mobil langsung menuju bengkel Astra Motor Sales di Jl Sukarno-Hatta. Pengecekan dilakukan dengan sangat teliti lebih dari satu jam. Kemudian kepala mekanik memberitahu bahwa tidak ada kelainan pada mesin. Hanya kedudukan platina berubah dan tali kipas agak kendor. Sedangkan klep-klep tidak perlu disetel tetapi busi sebaiknya diganti baru. Semua saran bengkel AMS dituruti oleh rekan Azwir dan kondisi mesin kembali seperti sediakala. Tokcer dan tarikannya kuat.
Diiringi lambaian tangan kepala bengkel AMS cabang Bandung crew M&M meluncur kea rah Tasikmalaya, terus ke Yogyakarta. Jam waktu itu sudah menunjukkan pukul 15.00 sore. Ini tidak menjadi masalah bagi crew M&M yang bekerja tidak terikat waktu. Pagi, siang, sore atau malam, sama kalau perlu tidur di mobil pun oke.
Cibatu, Malangbong, dan Ciawi dengan kondisi jalan bertikungan tajam, diseling tanjakan/turunan terjal dilalui dengan mulus menggunakan kombinasi gigi 3-4. Kecepatan cukup sekitar 60-70 km.jam. Memasuki Tasikmalaya hari sudah malam dan hujan deras pun mulai mengguyur ketika roda-roda Kijang Jantan menggelinding di kota Banjar. Di kota kecil ini crew M&M tidak berhenti dan mobil pun dipacu ke arah Majenang. Baru di Wangon mengisi perut sebentar di sebuah restoran Padang dengan service kilatnya. Mendengar semua penduduk berbahasa Jawa tanpa disadari M&M sudah memasuki propinsi Jawa Tengah.
Crew M&M yang masih awal akan situasi rute di pulai Jawa banyak dibantu oleh peta petunjuk jalan. Di Kebasem ada jalan cagak. Ke kiri ke Purwokerto dan ke kanan arah ke Gombong-Kebumen. Kemudi pun diputar ke kanan. Rute ini lebih menarik.
Lagi-lagi M&M terperangkap antrian panjang menjelang Kebumen gara-gara ada perbaikan jembatan. Dari sini rute diteruskan ke Kutoardjo, Purworedjo dan tembus ke Nanggulan. Ini dia yang dinamakan test endure tanpa kenal waktu. Rally Paris-Dakar saja masih ada stop over. Msialnya saja pada pukul 03.30 dinihari crew M&M masih putar-putar di Jl Malioboro, Yogyakarta. Lumayan masih ada mbok penjual gudeg dan ayam goring.
Malioboro dengan nasi gudegnya sudah jauh di belakang. Mobil meluncur perlahan arah ke candi Borobudur. Di plataran parker candi yang masih senyap itu diputuskan untuk tidur di Hotel Kijang. Alias dimobil. Istri rekan Azwir dan kedua puteranya yang terbiasa bepergian dengan mobil, tidak menjadi masalah.

8 Nopember 1987
Tidak lupa mengabadikan si Jantan dengan latar belakang candi Borobudur yang termasuk salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Kemudian, mobil pun sudah dipacu lagi memasuki kota Yogyakarta untuk mengisi bensin full tank.
Mobil sekarang diarahkan ke Kota Solo dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Klaten sudah dilewati, mobil terus melaju mulus. Lepas dari kota solo isteri rekan Azwir yang tidak sabaran ingin menggenjot si Kijang Jantan yang berpelumas Mesran SAE-40 menggantikan sang suami tercinta. Melihat kondisi lalulintas yang cukup teratur dan kondisi jalan mulus, rekan Azwir pun tidak keberatan dan buru-buru pindah tempat menjadi penumpang.
Mobil digenjot tidak kurang lebih dari 70 km/jam. Tikungan diambil dengan mulus dan jarang melakukan maneuver menyalip. Madiun sudah dilewati tetapi istri rekan Azwir masih asyik duduk di belakang kemudi. “Kalau bisa sampai Nganjuk,” pintanya. Dan rekan Azwir yang penuh pengertian membiarkan sang isteri terus menyetir.
Betul-betul luar biasa dalam keadaan hamil lima bulan istri rekan Azwir masih mampu menyetir 60 km nonstop Solo. Nganjuk. Selanjutnyya kemudi diambil oleh rekan If, dengan rute Kediri, Tulung Agung, dan Blitar. Hari sudah mulai gelap ketika mobil memasuki daerah Kepanjen (Jatim). Dari jalan simpangan M&M memilih rute ke kanan arah ke Lumajang. Jalan menyempit dan mulai menanjak diseling belokan tajam.
Mesin Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 yang tidak kenal lelah itu, terus digenjot. Jam sudah menunjukkan pukul 02.45 dini hari ketika kota Lumajang dengan penduduknya yang tidur lelap ditinggalkan M&M. Lagi-lagi M&M melakukan perjalanan malam nonstop. Rute sekarang, Jember dengan jarak 64 km ditempuh dalam waktu 60 menit. Jalan mulai berbahaya dengan tanjakan dan tikungan tajam, antara Jember-Genteng-Banyuwangi sejauh 105 km diselesaikan dalam waktu sekitar 1,5 jam. Tepat pukul 04.50 Kijang Jantan dan crew M&M sudah berada di perut ferry PJKA di Ketapang, siap diberangkatkan ke Ketapang, Bali.

9 Nopember 1987
Di Gilimanuk seperti biasa crew M&M mencek mesin, air radiator, air accu dan pelumas. Ketinggian pelumas pada dipstick turun sekitar 2mm. Berarti masih dalam batas aman. Mobil pun dipacu menuju Negara. Menjelang Rambutsiwi, fajar mulai menyingsing tetapi crew M&M tidak bisa menikmati pemandangan yang mempesona dari mentari pagi karena terhalang hujan lebat.
Tabanan sudah jauh di belakang mobil melaju terus, sementara jam menunjukkan pukul 10.00. Dalam hujan deras, M&M memasuki kota Denpasar untuk mencari penginapan. Menurut rencana, di Pulau Dewata crew M&M akan berkeliling dua hari.
Sore hari mampir ke Tanah Lot menikmati pemandangan yang menakjubkan. Pura yang hamper digerus gelombang laut itu tampak tetap tegar. Sayang rencana pemotret Kijang Jantan dengan sticker TEST MESRAN SAE-40 berlatar belakang pura Tanah Lot dibatalkan mobil hanya boleh masuk di pelataran parkir.

10 Nopember 1987
Cuaca masih jelek. Awan tebal diseling hujan rintik-rintik membuat orang lebih suka tinggal di kamar tidurnya. Tetapi crew M&M harus meneruskan perjalanan. Kali ini tujuan adalah Sangeh yang terkenal dengan monyetnya yang akrab dengan manusia. Odometer sudah menunjukkan angka 12.521 km yang berarti Mesran SAE-40 telah menempuh jarak test 8.521 km, tanpa gangguan.
Pukul 12.00 setelah puas bercanda dengan monyet-monyet Sangeh, mobil meluncur ke Kintamani yang termashur akan pemandangan indah Danau Batur.
Di rute Denpasar-Batu Bulan-Celuk-Bona, crew M&M menjumpai banyak pedagang suvenir di kiri kanan jalan. Kerajinan perak, emas dan ukiran kayu seolah melambai untuk di beli. Tetapi mobil dipacu terus karena tujuan utama adalah test yang masih belum selesai.
Gianyar sudah terlewati dan crew M&M berhenti sebentar di restoran yang dari penampilannya mirip restoran Padang. Ternyata pemiliknya orang Sumbawa. Dari bincang-bincang dengan pemilik restoran, baru disadari bahwa M&M sudah mengambil rute keliru menuju Klungkung. Alhasil crew M&M kembali ke Gianyar.
Di Polakan, crew M&M berhenti untuk menikmati pemandangan indah. Di kanan jalan terbentang Danau Batur dan di kiri jalan dengan megah berdiri gunung Batur. Sayang, suasana yang asri ini diusik oleh serombongan penjaja souvenir. Akhirnya rekan If tancap gas menuruni jalan berliku menuju Kedisan di tepi danau Batur. Di sini tidak lama dan berbalik arah kembali ke Penolakan, mencoba jalan mendaki yang cukup terjal. Dengan persneling 2-3, rute berat tersebut dijalani pada kecepatan sekitar 40 km/jam.
Memasuki Kintamani jam sudah menunjukkan pukul 17.20 sore. Di kiri kanan jalan penuh dengan janur. Mungkin bekas upacara Galungan. Tujuan sekarang ambil rut eke Kota Singaraja terus ke Gilimanuk untuk menyeberang ke Pulau Jawa.

11 Nopember 1987
Istirahat sejenak di Kali Bukbuk, crew M&M kembali fit, bahkan sempat mencuci mobil. Cek mesin, juga pelumas, tentu saja tidak dilupakan. Tidak ada yang mengkhawatirkan dan mobil siap digenjot menyelesaikan sisa test yang tidak seberapa lagi, negeri Bubuhan, Tulang Bawang dan Fulaki sudah di lalui.
Tepat pukul 12.00 mobil bergulir memasuki perut ferry yang akan menyeberangkan ke Ketapang Kijang Jantan terus di pacu menyusuri jalan utara arah ke Jakarta. Tidak ada yang menarik di rute ini, kecuali padatnya lalulintas oleh konvoi truk dan bis kota. Jalan yang begitu lebar menjadi terasa sempit karena itu rekan Azwir yang sekarang duduk di belakang kemudi harus sangat hati-hati. Wajar jika rute Utara dalam kategori rute paling pada lalulintas diseluruh Indonesia.
Probolinggo, Sidoardjo dan Surabaya sudah dilewati Kijang Jantan yang berpelumas Mesran SAE-40 sekarang melejit mulus. Tidak lama Gresik sudah di depan mata. Terus… terus… terus seolah tidak ada akhirnya, mobil dipacu menuju Lamongan yang dicapai sekitar pukul 20.30.
Dalam kegelapan malam yang tak berbintang, Kijang Jantan yang kondisinya tetap fit berkat pelumas Mesran SAE-40 dipacu menyusuri Pantai Utara. Menjelang Tuban hujan gerimis mulai turun. Jarum speedometer yang semula lengket di angka 100 km/jam diturunkan ke angka 70 km/jam. Rembang dan Pati sudah jauh di belakang waktu rekan Azwir melirik jam di lengan yang menunjukkan pukul 01.40. Kemudi pun beralih ke rekan If, sementara tester M&M menjulurkan kaki untuk beristirahat.

12 Nopember 1987
Memasuki Pemalang, rekan If memutar kemudi ke kiri. Rupanya si Kijang Jantan minta diisi bensin. Perjalanan selanjutnya boleh dibilang tidak ada hal yang menarik. Tidak ada yang bisa dilihat di malam pekat itu.
Rute Ketapang Jakarta boleh dikatakan nonstop. Jika dikatakan nonstop. Jika rekan If menyetir di malam hari, rekan Azwir tidur pulas. Begitu sebaliknya, di rute Cirebon-Jakarta yang ditempuh siang hari rekan If yang tidur pulas. Perjalanan pulang kandang ini ingin diselesaikan dengan cepat.
Tanpa hambatan yang berarti Toyota Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 sudah menggelinding lagi menyusuri jalan padat lalu lintas di Jakarta tepat pukul 15.00. Tanpa diperintah rekan If mencatat angka odometer 13.760 km dalam buku harian test enduro Mesran SAE-40. Berarti jarak test yang di capai, 9.760 km. Sisa 240 km akan diselesaikan dalam kota dan jalan tol Jagorawi untuk menguji top speed setelah mobil digenjot 10.00 km. Hasil test kecepatan maksimum tiap gigi persneling adalah sebagai berikut :

Posisi Gigi
Top Speed
I
36 km/jam
II
61 km/jam
III
98 km/jam
IV
120,5 km/jam
V
122 km/jam

Kemampuan gigi I-IV tidak berkurang dan mesin mampu bekerja dengan baik pada putaran maksimum. Hanya top speed gigi V yang turun sedikit.

13 Nopember 1987
Dengan odometer 14.121 km yang berarti jarak tempuh test 10.121 km Toyota Kijang Jantan berpelumas Mesran SAE-40 meluncur ke bengkel Tunas Ridean Motor. Di sini mekanik TRM, pelumas bekas dikuras habis dan dimasukkan ke dalam jerrycan plastik baru. Setelah tutupnya disegel, sample oli bekas tersebut dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Sementara pemeriksaan minyak pelumas Mesran SAE-40 yang telah menempuh jarak 10.121 km dengan kondisi lapangan yang berat dan dalam perjalanan yang hamper selalu diguyur hujan dengan akibat jalannya becek dan kadang banjir crew tester M&M dengan Kijangnya istirahat. Minyak pelumas Mesran SAE-40 dengan jarak tempuh 10.121 km diperiksakan di laboratorium LEMIGES Cipulir, sebagai laboratorium yang berkompeten dalam perminyakan, karena merupakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Hasilnya sebagai berikut:

Hasil Test Mesran SAE-40 – 10.121 km
Kinematic Viscosity at 100 C, cST
15.75
Kinematic Viscosity at 40 C, cST
150.05
Flash Point, COF F/C
500/260
Diluent Content, %Vol
Nil
Water Content, %Vol
Trace
Normal Heptan Insolubles, %Wt
0.427
Toluene Insolubles, %Wt
0.326

Melihat hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas setelah menempuh jarak 10.121 km dengan kondisi jalan yang berat ternyata Mesran SAE-40 termasuk prima karena masih dalam kondisi baik. Bila diteruskan untuk menempuh jarak lebih jauh pun masih mungkin.
Dengan hasil Road Test 10.121 km crew tester M&M makin yakin bahwa periode penggantian pelumas mesin kendaraan yang dilakukan oleh kebanyakan para pemilik kendaraan di Indonesia saat ini yaitu hanya 1500 – 2500 km, hanya merupakan pemborosan belaka. Kepercayaan akan minyak pelumas buatan dalam negeri yaitu produksi PERTAMINA tidak perlu disangsikan lagi, karena telah terbukti cukup tegar untuk menempuh jarak 10.121 km. Sekali lagi berhematlah dalam pemakaian energy, termasuk minyak pelumas. MESRAN adalah pelumas dan pelumas yang handal MESRAN buatan Indonesia.