Sabtu, 07 September 2019

Datsun Pickup 620 1500cc, Mobil Niaga Kuno yang Paling Tidak Kuno


Mobil tertua yang pernah saya urus ini produksi tahun 1979, tahun terakhir Datsun 620 diproduksi sekaligus tahun-tahun terakhir ada merk Datsun sebelum berubah jadi Nissan. Berdasarkan kuitansi yang hingga sekarang masih ada, unit yang keluarga saya pernah miliki dibeli pada Juli 1985 seharga 2,3 juta dari dealer "Chung Chung" di Jalan Sukamulya no 41 Bandung yang entah apakah masih ada sampai sekarang. Dijual lagi tahun 2012 seharga 15 juta (untung toh?). Warnanya coklat muda, di dokumen-dokumennya ditulis warna "Coklat Susu", (aneh, kalau susu coklat sih wajar, lah ini coklat susu apaan???? Susunya pun tidak jelas susunya siapa....)

Kebetulan keluarga kami memeliharanya dgn kondisi cukup original, kami hanya menambah stiker bonus dari oli BM-1 di kaca belakang & stiker sosialisasi Keluarga Berencana di kaca pintu kiri (entah itu stiker-stiker tahun berapa). Emblem DATSUN dengan strip warna merah & biru di grill masih ada, begitu juga emblem DATSUN1500 di fender. Juga dengan spion tanduk kecilnya, yg membuat saya kagum dengan orang2 jaman dulu yg bisa nyetir dengan spion sekecil & sejauh itu. Di samping kanan & kiri bak terdapat tulisan "KHUSUS ANGKUTAN BARANG BAK TERBUKA" warna merah, yang sudah tdk terlihat lagi di mobil-mobil pickup sejak akhir 90an.

Untuk seekor pickup, fiturnya cukup kumplit. Ada head unit single DIN merk Mitsubishi Electric yang bisa menerima kaset tape, dan radio FM, AM, dan SW (jika tidak tau tentang radio AM dan SW coba tanya bapakmu, kakekmu, atau kakek-kakek yang lain). Head unit ini masih hidup hingga sekitar tahun 2005. Juga ada AC merk Sanden Rotary, yang sepertinya sepertinya tambahan. Sayang saya tidak sempat merasakan ketika AC ini masih hidup. Menurut orang2 yg pernah merasakannya sih katanya sangat dingin. Wajar lah, kabin cuma segitu-gitunnya. Lubang kunci ada di kedua pintu, fitur mewah untuk mobil pickup karena sampai sekarang masih ada mobil pickup yang tidak memiliki lubang kunci di pintu kiri. Joknya kulit, sepertinya imitasi, warna biru tua. Doortrimnya juga kulit warna biru tua. Tidak seperti pickup jaman now yang lantainya langsung plat besi, si Datsun ini memiliki karpet dasar yang warna & bahannya sama dengan joknya. Plafonnya pun ditutup sejenis kanvas, warna beige. Suspensi depannya pake torsion beam dengan stabilizer (lagi-lagi mewah utk mobil pickup), belakang sih jelas per daun. Suspensinya seingat saya empuk, mirip Kijang Kapsul loh. Juga koplingnya dilengkapi master hidrolik, fitur yang cukup mewah pada zamannya, dan ironisnya Datsun produksi zaman now koplingnya kembali pake kabel....

Jika mobil-mobil 70an umumnya memiliki bodi tebal, yang ini tidak. Seingat saya bodinya masih lebih tipis dari Kijang Kapsul, apalagi Kijang Super. Mungkin setara dengan Grand Avanza. Kap mesinnya yang luas itu masih lebih ringan daripada milik Kijang Kapsul yg lebih pendek. Baknya sangat panjang & dalam jika dibanding dengan pickup jaman now. Bahan baknya cukup baik, walaupun berkarat tapi tdk keropos. Yang keropos malah lantai kabin & firewall. Keropos di firewall itulah, yang dipadukan dengan karet kaca depan yang bocor & karet pintu yg sudah hilang setengahnya menyebabkan istilah "jika naik mobil, ketika hujan tidak kehujanan" tidak berlaku di mobil ini, karena akan tetap membuat penumpangnya basah kuyup...

Soal mesin, yg menarik adalah warnanya. Jika anda buka ruang mesin Datsun 620 (yang orisinil), terlihat warna warni. Dindingnya coklat sesuai warna bodi. Blok mesin, tutup filter udara, dan filter oli, warna biru. Booster rem warna merah, radiator warna hitam & kipasnya warna putih. Mesinnya sendiri berkode J15, 1483cc, dengan tenaga maksimal 77 HP dan torsi maksimal 12 kgm. Transmisinya 4 speed, column shift. Di masa tuanya sih bisa nyampe 80 kmpj aja susah. Namun, menurut cerita orang2 yg pernah mengalami masa jaya Datsun 620, konon versi 1500cc ini  banyak yg speedometernya rusak akibat ngebut melebihi angka maksimal yg ada di speedometer. FYI, angka maksimal di speedometernya adalah 140 kmpj.

Sparepart mobil ini langka, sehingga di masa tuanya sparepart yang dipakai campur2. Sebagian pakai sparepart yang benar2 untuk Datsun 620 namun buatan lokal atau Taiwan, sebagian pakai milik Kijang Super, sebagian lagi pake milik Colt T120. Mungkin ini juga yang membuat masa tuanya agak menyedihkan, dan dalam beberapa hal, membahayakan. Rem tangannya hampir tidak berguna, bahkan saya pernah naik mobil itu sekitar 4 kilometer dengan kondisi supirnya lupa menonaktifkan rem tangan, dan tidak terjadi apa-apa, dan entah kenapa saat itu saya nggak mengingatkan supirnya. Ini menyebabkan di mobil sering bawa batu bata untuk ganjel ketika parkir. Kabel aki sudah copot dari besi konektor yg ada di ujungnya, sehingga tembaga dalam kabelnya lah yang kemudian dililit-lilit ke kepala akinya, untung nggak konslet & kebakaran ya... Selama masa hidupnya, pernah turun mesin 2 kali yaitu tahun 2001 dan tahun 2010. Yang kedua itu habis biaya total (cuma?) 3 juta, dengan sparepart asal-asalan. Namun setahun kemudian muncul masalah baru, kali ini pada karburator. Sehingga knalpotnya menyemburkan asap abu2 mirip diesel. Konsumsi bensinnya pun jadi boros, sekitar 1:6 luar kota! Konon ini juga yang menyebabkan mobil ini harus distarter berulang-ulang agar mesinnya bisa hidup. Sayangnya, di saat yang bersamaan akinya mulai soak sehingga hanya bisa menyimpan listrik untuk sekali starter. Untuk mengakalinya, sebelum menghidupkan mesin buka dulu tutup filter udara dan masukkan sedikit bensin kesitu. Mesin tersebut juga sering pincang, untuk menyembuhkannya cukup ganti busi-businya, namun cuma sembuh sekitar 6 bulan untuk kemudian kumat lagi. Harga busi Denso (sepertinya pake milik Kijang Super) saat itu cuma 10 ribu & anehnya harga busi hampir tidak berubah hingga sekarang, mungkin busi nggak kena inflasi ya...

Akhirnya, karena kondisi sudah menyedihkan, merepotkan & sudah tidak dibutuhkan lagi, mobil dijual pada Maret 2012 seharga 15 juta. Sedikit menyesal juga karena sekarang harganya sudah cukup naik, kondisi bahan pun ada yang jual dengan harga 20 jutaan. Saat ini mulai bermunculan Datsun 620 yang direstorasi dengan gaya orisinal maupun yang diganti mesinnya dengan yang lebih baru, suspensi dibuat ceper, kemudian dipake drag atau slalom. Intinya, tetap saja Datsun rombeng itu bikin kangen…

TAMAT

Mitsubishi Kuda, Gagah, Kencang, Irit, tapi…


Berawal dari salah seorang kerabat yang minjemin mobilnya ke saya, sekitar 1 tahun yang lalu, akhirnya saya bisa ngerasain gimana rasanya ngerawat spesies hewan mobil yang satu ini. Seekor Mitusbishi Kuda GLS Diesel produksi tahun 2000. Pertama kali saya coba, kaget. Rasanya aneh. Tenaga loyo, rem gak pakem, alarm rusak, indikator pada mati, beberapa lampu juga mati. Ditambah pula dengan lunturnya cat di bagian atap. Bener – bener kuleuheu kata orang Sunda.
Setelah beberapa perjuangan untuk membujuk si empunya mobil untuk membenahi mobilnya ini, akhirnya saya gak cuma dipinjemin, tapi juga dapet tugas buat bawa mobil itu bulak balik ke bengkel. Ya, akhirnya mobil itu direstorasi. Mulai dari tune up mesin, ganti timing belt, kuras minyak rem, ganti kopling 1 set, kerok radiator, perbaikan sistem kelistrikan, pasang alarm baru, bongkar kaki – kaki sampe cat ulang di beberapa bagian.
Setelah bulak – balik ke berbagai bengkel selama sekitar sebulan, dan menghabiskan dana yang lumayan bikin empunya mobil agak ngedumel, akhirnya si Kuda yang tak bisa makan rumput ini bisa dibawa jalan jauh tanpa rasa was – was. Oke, cukup ya dongengnya. Sekarang kita mulai review benerannya.
Diliat dari tampangnya, si Kuda generasi awal ini gagah banget kalau dilihat dari depan. Mirip Mitsubishi Pajero tahun 90an. Tapi Pajero beneran ya, bukan Pajero versi murah Sport. Dan jangan sampai bemper tanduk orisinilnya lepas, nanti jadi kelihatan culun. Bagian sampingnya gagah juga, dengan bentuk pintu & kaca yang lurus - lurus. Beda dengan Kijang Kapsul yang lebih berusaha tampil elegan. Namun, menurut saya ukuran pintu baris kedua di versi diesel ini terlalu besar, karena harus menyesuaikan dengan chassisnya yang lebih panjang. Nah, bagian belakang yang gak enak dilihat. Kuda generasi awal ini pintu bagasinya masih dibuka ke samping, mirip Kijang Super & Panther Kotak. Kelihatan kuno banget. Apalagi, selain varian Super Exceed, gak punya wiper kaca belakang. Jadi kelihatan polos. Di versi diesel, tambah wagu lagi karena atapnya yang lebih tinggi. Pokoknya gak enak diliat deh!
Soal build quality, si Kuda ini juara. Bodinya tebel. Emang tebel besinya ya, bukan tebel dempul kayak mobil karoserian. Coba bandingin sama Kijang atau Panther, Kuda masih lebih tebel. Di interior juga sama, dashboardnya keras dan kokoh, walaupun desainnya kalah mewah daripada Kijang Kapsul. Gak ada deh cerita dashboard Kuda bunyi rattle. Apalagi kisi – kisi AC yang rontok kayak di kebanyakan Panther, gak akan terjadi di Kuda ini.
Walaupun berbodi MPV, tapi si Kuda ini ternyata dibekali mesin & transmisi tipe pelari. Mesin dieselnya ini unik. Tidak seperti diesel pada umumnya yang tenaganya gede di RPM bawah tapi bengek di RPM atas, mesin diesel 4D56 yang sama dengan Colt L300 ini malah mengeluarkan tenaganya di RPM yang agak tinggi. Tarikannya masih kerasa hingga sekitar 3300 RPM. Malah untuk nanjak di Cipularang, RPM harus ditahan di atas 3000 supaya gak kedodoran. Tapi untuk urusan kecepatan, si Kuda ini paling kenceng kalo dibanding Panther atau Kijang Diesel. Cerita dari orang – orang, MPV ini sanggup lari hingga 160an kilometer per jam. Kalau saya sih Cuma pernah nyoba sampe sekitar 135 km/jam aja. Lebih dari itu gak berani. Di kecepatan segitu memang mobil udah mulai oleng. Tapi itu juga udah lumayan kalo kita bandingin dengan MPV lain yang sezaman, biasanya udah mulai gak stabil di 120an km/jam. Remnya juga bikin was – was kalo terlalu ngebut. Sesudah diservis pun remnya tetap agak keras dan kurang pakem. Mirip Panther lah. Beda sama Kijang yang empuk tapi pakem. Malah terlalu pakem menurut beberapa orang.
Bawa si Kuda jalan – jalan gak akan bikin kantong cekak karena urusan bahan bakar. Memang sih, secara itungan kilometer per liternya gak terlalu irit untuk ukuran diesel. Sekitar 1:8 untuk dalem kota dan sekitar 1:13 untuk kebut – kebutan di tol. Tapi tetap saja, dia biasa minum bahan bakar termurah di Indonesia Raya, apalagi kalau bukan biosolar! Dengan harga biosolar yang cuma 5 ribuan per liter, perjalanan Jakarta – Bandung dengan melewati macetnya proyek jalan tol yang gak beres – beres itu cuma butuh 70 ribuan untuk anggaran bahan bakar.
Kalo butuh mobil nyaman, jangan pilih Kuda deh. Bantingannya keras. Apalagi yang generasi awal, per daunnya masih 5 lembar. Setelah facelift, pernya dikurangi 1 lembar. Konon lebih empuk sedikit, tapi masih keras. Ketidaknyamanan ini diperparah dengan ukuran bannya yang agak nyeleneh, 185/80R14. Ukuran ban segini biasanya dipakai oleh mobil pick-up. Ada sih versi mobil penumpangnya, tapi anehnya hampir semua merk ban cuma bikin ban kelas eco-ecoan untuk ukuran segini. Gak ada yang bikin ban tipe comfort. Lengkaplah sudah ketidaknyamanan ini.
Yang perlu dipikirin dari Kuda diesel ini adalah sparepartnya. Loh, bukannya mesinnya sama dengan L300 ya? Iya sih, tapi mobil kan bukan cuma mesin doang. Sparepart mesin memang melimpah ruah, karena memang sama dengan L300. Nah, yang perlu dipikirin adalah sparepart selain bagian mesin. Agak susah nyari sparepart orisinilnya. Kalo yang merk lokal atau Taiwan sih masih ada. Misalnya, saya pernah nyariin spion kanan buat gantiin spion bawaan mobil yang patah kesenggol motor. Nyari ke toko - toko sparepart di Banceuy, pusatnya onderdil mobil di Bandung, gak ada yang jual. Akhirnya pesan ke bengkel resmi, akhirnya inden dengan perkiraan waktu 1 bulan. Ehh ditungguin sampe 3 bulanan gak datang. Akhirnya beli online. Itu pun KW Taiwan. Harganya? 800 ribu! Padahal spion hitam polos doang, manual pula. Bandingkan dengan spion manual milik Panther atau Kijang yang orisinilnya pun gak nyampe 200 ribu.
Suatu ketika, waktu saya bawa si Kuda ini tune - up di bengkel resmi Mitsubishi, saya liat ada satu ekor Kuda diesel yang lain. Parkir di pojokan area servis dengan bodi berdebu. Saya tanya salah satu montir, lagi sakit apa sih dia? Ternyata, water pump bocor karena terbentur kerikil. Udah 3 minggu nongkrong di bengkel resmi, nunggu water pump pengganti yang tak kunjung datang. Pantes debunya tebel…
Pernah juga saya bawa Kuda servis ke bengkel kaki – kaki, karena ketika mau spooring, eh kata petugasnya harus servis kaki – kaki dulu. Ternyata penyakitnya banyak juga. Mulai dari shock absorber, ball joint, tie rod, rack end, dan beberapa part lain yang saya gak ingat namanya. Sesuai arahan si pemilik mobil, saya pesan ke bengkel untuk pake onderdil yang orisinil. Bengkel gak punya stoknya. Berangkatlah satu orang montir untuk belanja onderdil – onderdilnya. Ditunggu berjam – jam, montir yang bersangkutan gak pulang – pulang. Ternyata setelah montirnya keliling ke berbagai toko onderdil, sparepart orisinil yang tersedia di pasaran cuma shock absorber, sisanya nihil. Terpaksa part lain pakai merk TRW bikinan Taiwan.
Entah berapa lama Kuda – Kuda yang tak merumput ini bisa bertahan. Toh sekarang pun sudah jarang kelihatan di kota – kota besar. Beda dengan Kijang dan Panther yang masih sering terlihat. Memang di masa jayanya pun, penjualannya tidak selaris kedua pesaingnya itu. Entah apakah keterbatasan onderdil orisinilnya juga berpengaruh mempercepat kepunahan spesies hewan yang satu ini. Yang jelas, jika 10 tahun lagi ada Kuda yang masih terawat dan orisinil, kemungkinan besar akan diincar oleh kolektor…